Photo by Rosie Kerr on Unsplash |
Kepada seorang teman saya pernah bilang, semua orang yang tinggal atau beraktivitas di DKI Jakarta di dalam tubuhnya sangat mungkin sudah dirasuki Covid-19; ini hanya masalah dia sudah dites atau belum saja.
Pada artikel Kompas (07/04/2020) yang ditulis oleh Satrio Pangarso dengan judul Warga DKI Berpotensi Berinteraksi dengan Satu Orang Positif Covid-19 dalam Seminggu, dipaparkan dengan pemodelan matematika yang menggunakan dua variabel yaitu kepadatan penduduk dan tingkat infeksi (mengacu kepada rerata jumlah hari yang dibutuhkan virus untuk menularkan antarmanusia). Pada tulisan tersebut disampaikan hasil pemodelan yang telah dibuat para ahli diantaranya; Sulfikar Amir & Fredy Tantri mengatakan, sangat mungkin bahwa pada hari ke-30 sejak kasus pertama atau 1 April lalu, jumlah kasus positif di Jakarta dapat mencapai 76.605 orang. Pusat Pemodelan Matematika Penyakit Infeksi (CMMID) di London menyebutkan, hanya sekitar 2 persen dari infeksi Covid-19 di Indonesia yang telah dilaporkan. Karena itu, pada awal April ini, diperkirakan sudah ada 70.700 orang yang terinfeksi, dan mereka berpotensi terus menulari orang lain (Kompas, 31/03/2020). Peneliti Eijkman-Oxford Clinical Research Unit (EOCRU), Iqbal Elyazar, pun mengatakan, penularan Covid-19 di Indonesia mencapai 71.000 pada akhir April 2020.
Photo by Markus Spiske on Unsplash |
Disaat Covid-19 tidak bisa dihindari, anda dipaksa untuk menutup rapat-rapat mulut anda dengan masker, dan disuruh tinggal di rumah. Namun, setelah tinggal di rumah ternyata keadaan di rumah juga tidak begitu mengenakkan karena setiap anda menyalakan TV berita dan kengerian akan virus tersebut tetap saja menghantui. Selain berita buruk akan dampak Covid-19, ditambah pula pemberitaan di mana orang-orang mulai merasa putus asa, aktivitas produksi menurun, tingkat pengangguran mulai meningkat, dan bahasan akan krisis ekonomi mulai muncul ke permukaaan menjadi hantu yang lainnya; kemudian ditambah lagi dengan pemberitaan akan gagap dan lambannya penanganan oleh pihak yang berwenang.
Covid-19 dan segala dampak yang mengikutinya tidak bisa kita hindari. Seberapapun anda menghindari hal tersebut suatu saat anda pasti akan mendengarnya juga, namun pada akhirnya ini bukanlah sebuah masalah yang harus menjadikan kita khawatir berlebihan. Meskipun keadaan global saat ini dipenuhi hal-hal negatif, Epictetus pernah bilang, anda bisa mengambil sudut pandang lain, yaitu sisi positifnya. Seorang filsuf lainnya, Marcus Aurelius sering menekankan, apa yang orang lain katakan atau lakukan bukanlah urusan kita, yang penting adalah apa yang kita lakukan. Para filsuf itu percaya tidak penting anda hidup dalam kondisi seperti apa, karena anda tidak bisa mengontrol hal-hal eksternal yang berada di luar anda. Satu-satunya hal yang bisa anda kendalikan adalah respon anda.
"You have power over your mind - not outside events. Realize this, and you will find strength."- Marcus Aurelius
Meskipun banyak yang bilang virus bukanlah makhluk hidup, namun saya percaya virus tersebut memiliki takdirnya sendiri yang berada di tubuh manusia yang membawa virus, dan bisa jadi virus tersebut memang sudah ada di tubuh anda. Namun untungnya sel-sel tubuh anda cukup fit untuk melawan virus tersebut.
Photo by Volodymyr Hryshchenko on Unsplash |
Kita dapat memilih untuk melihat kondisi ini sebagai peluang luar biasa untuk kemanusian. Dengan dipaksa berada di rumah anda dapat membaca buku-buku yang selama ini anda abaikan atau dapat memiliki waktu lebih dengan keluarga.
Singkatnya, jangan biarkan jiwa anda terpancing dengan hal-hal di luar sana. Karena segala kepanikan, kebingungan, dan kebodohan yang asalnya dari luar itu bukan kuasa anda; anda tidak perlu berseru 'jangan panik, tetap tenang', yang bisa anda lakukan adalah bersikap tenang untuk diri anda sendiri, jaga asupan makanan, berolahraga, lebih besar lagi anda memiliki waktu untuk memikirkan orang lain atau bahkan melayani orang lain jika mampu.
Selain filasafat, ajaran agama apapun pasti mengajari ini; bahwa ada hal yang lebih besar dari apapun yang anda hadapi.
Comments
Post a Comment