Avengers: Endgame Poster |
Rating: PG-13
Directors: Anthony Russo, Joe Russo
Writers: Christoper Markus, Stephen McFeely, Stan Lee, Jack Kirby, Jim Starlin
Runtime: 3h 1min
Pemberitahuan: ulasan ini tidak mengandung spoiler dan saya sama sekali tidak akan menceritakan plot film Avengers: Endgame, ulasan saya akan lebih membahas tentang apa yang saya rasa terkait film ini sendiri tanpa banyak mengaitkannya dengan film Marvel Cinematic Universe (MCU) lain.
Sudah 11 tahun berlalu, 21 film MCU, lusinan serial tv yang sedikit-banyak berhubungan dengan film MCU utamanya, jutaan merchandise, dan miliaran dolar pendapatan; waralaba utama Marvel Studios ini akhirnya sampai juga pada konklusinya di tanggal 24 April 2019 lalu. Kesuksesan besar yang dimulai pada 2008 lalu ini juga telah mengubah banyak wajah industri perfilman khususnya film-film superhero itu sendiri.
Photo: Marvel Studios |
Formula yang paling terlihat dari setiap film Marvel yang hadir dan menjadi ciri khas mereka - bahkan sulit untuk ditiru studio pesaing adalah bagaimana mereka dengan pandai memberi campuran aksi heroik dan humor-humor yang dapat diterima siapa saja (tidak segmented ke pembaca komik saja, misalnya). Meskipun konsisten dengan gaya mereka yang cenderung "ringan" tersebut tidak jarang mereka mengubah pakem yang mereka buat sendiri dalam perjalanan 11 tahun ini, misalnya saja saya masih begitu ingat dengan nuansa kelam yang mereka bawa dalam Captain America: Civil War (salah satu yang terbaik menurut saya). Kemudian, bagaimana Taika Waititi mengubah 180° karakter Thor, dan mulai memperkenalkan gaya indie dalam film superhero, dan sampai kita tiba di akhir masa saat Marvel Studios mulai menayangkan Avengers: Infinity War yang dengan film itulah kita merasa kehilangan yang begitu besar dan melihat satu-persatu karakter andalan dalam film ini dimatikan. Tapi yang perlu diingat adalah كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ (Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati – QS. Ali Imran: 185).
Photo: Marvel Studios |
Kemudian muncul pertanyaan, akan dibawa ke arah mana rangkaian waralaba ini?
Menonton film Avengers: Endgame kita akan menyaksikan sebuah film yang menyelam jauh untuk mengeksplor rasa kehilangan, ketidakberdayaan, dan emosi dari tiap karakter yang kemudian berkembang menjadi sebuah cerita penutup yang pas. Mengapa saya bilang pas, dan bukannya apik?; karena ternyata di luar sana banyak orang yang mengkritik juga lemahnya pembangunan karakter di film terakhir ini; seperti halnya Star Wars: The Last Jedi, banyak juga orang yang antiklimaks karena harapan besar mereka tidak terwujud selesai menonton film penutup waralaba miliaran dolar dari Marvel Studios ini.
Photo: Marvel Studios |
Saya mengapresiasi bagaimana konsistensi Russo bersaudara membangun film dengan nada yang sangat suram dan penuh emosi ini bahkan ketika karakter protagonis mulai menyusun rencana dan mengambil langkah-langkah berat untuk mengalahkan antagonis dalam film ini. Konsistensi inilah yang menjadi kekuatan utama film ini, saya melihat bagaimana dari awal hingga akhir Russo mengarahkan dengan sangat baik sehingga setiap protagonis konsisten menampilakan perasaan ragu-muram-marah-namun tetap mencari sebuah harapan. Endgame adal film baru dengan karakter yang sudah kita kenal sejak lama, Russo akan membangkitkan lagi emosi lama dari setiap karakter yang ada dengan cara yang kadang kita sendiri tidak sadar, karena Russo menghadirkan itu ditengah-tengah kegalauan para karakter untuk menyusun rencananya; antara lain bagaimana perang batin Tony Stark antara kesombongan dan rasa tanggung jawabnya yang besar, ketakutan seorang Thor, rasa sakit dan kehilangan dari seorang Steve Rogers mengenang orang yang ia cintai satu persatu meninggalkan dirinya – masing-masing karakter utama yang sudah lama kita kenal tersebut mendapatkan porsi yang cukup besar di layar, demi membangkitkan kembali perasaan nostalgic dan kemudian mengumpulkan harapan untuk krisis baru yang dihadapi.
Photo: Film Frame/Marvel Studios |
Avengers: Endgame bukanlah film yang bisa berdiri sendiri, seluruh film dibangun oleh konstruksi kokoh selama 11 tahun, 21 film, dan lusinan serial tv yang saling berhubungan. Film ini dibangun dari semua perasaan nostalgia yang pernah hadir, banyak referensi, pengingat, dan berbagai kenangan yang mana hal tersebut dibangkitkan ke penonton lewat berbagai cara, kadang lewat percakapan antar karakter, kadang melalui momen-momen lucu, dan kadang juga lewat pertempuran besar. Menyaksikan Avengers: Endgame saya seperti melihat sebuah hadiah ulang tahun dari Marvel Studios yang didalamnya berisi kolase cerita masa lalu, lelucon-lelucon pahit, dan sebuah harapan akan kehdupan yang lebih baik.
Photo: Film Frame/Marvel Studios |
So my verdict is... Avengers: Endgame adalah film yang bertumbuh bersama penontonnya, jadi semua perasaan yang anda terima dalam menyaksikan film ini akan berbeda dengan penonton lainnya. Terlepas dari semua kelemahan yang mungkin anda rasakan di film ini seperti kurang gregetnya final battle di Endgame, antiklimaksnya konklusi yang dihadirkan, izinkan saya mengapresiasi film ini dengan mengatakan bahwa sangat sulit menandingi kesuksesan satu dekade Marvel Studios ini, dan kalaupun ada nantinya sangat sulit menampilkan karakter yang dicintai semua kalangan.
One more thing, dulu 2008 nonton sama siapa?
Score: 9.00
Comments
Post a Comment