(Movie Review) Star Wars: The Last Jedi, My Spoiler-free Review!


Saya berjanji, tidak akan mengganggu kesenangan anda saat menonton Star Wars: The Last Jedi nanti dengan memberikan ulasan berisi spoiler. Tulisan saya kali ini tidak akan banyak bicara tentang plot cerita, bahkan saya tidak akan memberikan isi dari opening title crawl Star Wars yang ada di awal film. Jadi kalau anda belum menontonnya dan membaca ulasan ini, tenang saja anda boleh teruskan membaca.

Bicara Star Wars tentu kita akan bicara nostalgia. Wajar saja, mengingat film Star Wars pertama hadir tahun 1977 dengan judul Star Wars, yang kemudian hari lebih dikenal dengan judul Episode IV: A New Hope. Jadi kalau ada penonton yang sekarang menonton film nya di bioskop bisa dipastikan mungkin adalah generasi ke-2, ke-3, dan mungkin saja ke-4.  Maka tidak heran fans dari franchise ini sangatlah luas dari yang tua sampai anak kecil, yang mana hal tersebut membuat Star Wars menjadi franchise hiburan nomor satu di dunia. Trilogi Orisinal Star Wars hadir dari seorang George Lucas yang menggabungkan elemen film Perang Dunia II, Romansa Cheesy, Keseruan Film Sci-fi, dan Film Samurai Akira Kurosawa. Kecintaan akan film-film tersebutlah yang menjadi inspirasi untuk membangun franchise Star Wars yang hidup sampai saat ini dan akan terus dicintai oleh berbagai generasi. 

Photo: starwars.com
Tahun 2015 lalu, JJ Abrams (Star Trek, Cloverfield) yang turut menggandeng penulis script Star Wars kawakan Lawrence Kasdan (Empire Strikes Back, Return of the Jedi) dan Michael Arndt (Return of the Jedi) ditunjuk untuk menulis dan menyutradarai kisah lanjutan franchise ini, Star Wars: The Force Awakens setelah lebih dari 30 tahun lamanya. Secara apik JJ Abrams berhasil membuat sebuah pondasi yang kokoh untuk trilogi lanjutan Star Wars modern, yang mana Abrams membuat penekanan pada penggalian nuansa nostalgic untuk karakter lama yang sudah dikenal dan tidak ragu membangun cerita untuk karakter baru. Tidak diragukan lagi, apa yang dilakukan Abrams dalam mereboot dan juga meneruskan franchise ini adalah sebuah pondasi kokoh untuk sutradara selanjutnya yang ditunjuk dalam mengarahkan kisah Star Wars: Episode VIII (The Last Jedi), Rian Johnson (Brick, Looper).

Formula yang dibangun Abrams, Kasdan, dan Arndt pada tahun 2015 lewat film The Force Awakens terbukti sukses untuk membangunkan franchise ini - mereka menggunakan formula yang cerdas yang dapat memenangkan hati semua pihak mulai dari fans yang rindu akan trilogi orisinal Star Wars sampai fans yang mengharapkan arah baru untuk franchise ini.  Mereka membangun cerita dengan memperkenalkan beberapa tokoh baru dan konflik yang mereka hadapi namun dengan pendekatan yang mirip dengan kisah A New Hope; yang didalamnya kita dapat menemukan The Empire, The Rebellion, sebuah Death Star besar untuk dihancurkan, dan seorang anak yang berasal dari planet antah berantah. Di sisi lain, Abrams tetap memunculkan tokoh klasik dari trilogi orisinal seperti Luke, Leia Organa, Han Solo, dan Chewie. Menonton The Force Awakens pada 2015 lalu memberikan kesenangan dan rasa penasaran akan petualangan baru namun tetap terasa hangat dan akrab seakan berjumpa dengan teman lama yang sudah lama berpisah.

Photo: Disney/Lucasfilm
Dengan dasar pondasi yang telah dibangun Abrams itu sebenarnya sutradara Rian Johnson memiliki pilihan yang cukup untuk membangun Episode VIII. Dia bisa memilih untuk membuat kisah baru yang mirip dengan The Empire Strikes Back, sebagaimana The Force Awakens selalu dikaitkan dengan A New Hope; atau membuat film ini melesat jauh dengan petualangan baru yang berbeda dengan trilogi orisinalnya. Namun dengan berani dan perhitungan yang matang, Johnson memilih untuk menggabungkan semua pilihan yang ia punya dengan membuat kisah ini bergerak jauh ke depan dengan berusaha meninggalkan mitos-mitos lama  namun tetap dengan mengambil beberapa elemen penting yang ada di The Empire Strikes Back dan bahkan meminjam beberapa scene yang terinspirasi dari Return of the Jedi sehingga menjadi jahitan yang utuh dan bergerak cepat dalam bentuk The Last Jedi.

Saat mengambil keputusan untuk bergerak maju secara praktis Johnson harus membuat sebuah tema yang cukup depresif untuk film ini; tentang kehilangan dan melupakan. Bagaimana para tokoh dalam film ini mengalami kehilangan benda yang paling berharga sampai kepercayaan diri bahkan harapan yang menghilang. Pilihan yang berat sebenarnya, karena beberapa fans pasti tidak akan menyukai pilihan ini. Beberapa fans akan kecewa menyaksikkan mitos-mitos yang telah dibangun ulang pada The Force Awakens kadang runtuh begitu saja di film ini. Saya merasa The Last Jedi menjadi semacam anti thesis dari mitos-mitos yang ada dalam film Star Wars sebelumnya. Namun tetap pada porsi yang wajar dan tidak dipaksakan. Bahkan banyak narasi dari film ini yang mengajak kita untuk beranjak maju dan melupakan mitos-mitos yang telah dianggap usang, sekali lagi, hal tersebut ditampilkan dengan solid dan pas. Itulah mengapa saya sangat menyukai film ini bahkan lebih dari The Force Awakens! 

'Cari siapa, Mbak?'
Perkenalan pertama saya dengan karya Rian Johnson diawali pada tahun 2012 lewat filmnya yang berjudul Looper. Bagi saya Johnson adalah seorang sutradara yang cerdas dalam membuat narasi namun tetap stylish. Maka saat Rian Johnson ditunjuk untuk mengarahkan 2 (dua) film yang menjadi penerus saga Star Wars membuat saya menaruh harapan yang tinggi untuk menonton film ini dan untungnya harapan tersebut dijawab dengan baik oleh film ini. Dengan ide cerita yang bagus, kilas balik yang menjawab beberapa pertanyaan pada film The Force Awakens, akting yang solid dari beberapa karakter lama dan tambahan, tulisan yang apik dari Lawrence Kasdan yang sudah sangat akrab dengan saga ini.

The Last Jedi memiliki waktu tayang 152 menit sehingga menjadikannya film Star Wars terpanjang; yang mana durasi sepanjang itu dipakai Johnson untuk memperkenalkan beberapa karakter baru dan konflik yang juga baru. Kita akan diperkenalkan dengan Laura Dern yang akan memerankan seorang Laksamana Amilyn Holdo dengan karakter yang rumit dan sulit untuk diperankan namun mampu merebut hati saya di akhir, Kelly Marie Tran sebagai seorang Rose Tico yang akan kita cintai di film ini, dan juga seorang Benicio del Toro (Guardians of the Galaxy) yang akan memerankan seorang Hacker aneh. Semua karaktet baru tersebut hadir menambahkan karakter-karakter lama seperti Finn (John Boyega), Poe Dameron (Oscar Isaac), Rey (Daisy Ridley), Leia (Carrie Fisher, Luke Skywalker (Mark Hamill). Semua bintang menampilkan peran terbaiknya di film ini, dan tentu saja seorang Oscar Isaac tampil cukup banyak di film ini mengingat utangnya yang cukup banyak di film The Force Awakens lalu disebabkan menghilangnya Poe Dameron hampir sepanjang film.


The Last Jedi bukannya film yang hadir tanpa cela: masih ditemukan konflik yang terasa nanggung dan kurang tergali dengan baik ditambah juga beberapa karakter yang saya harap porsinya lebih tereksplorasi dalam saga ini justru diharuskan sebaliknya dan dibiarkan menganga begitu saja. Biarpun saya yakin nanti pasti akan ada novel yang sifatnya adalah side story dari beberapa karakter di film ini. Serta masih adanya beberapa scene yang terasa bertele-tele dan saya anggap tidak begitu penting. Meskipun begitu saya tetap mrncintai film ini, sepertiga babak terakhir film ini yang dijadikan sebagai momen klimaks menjalankan tugasnya dengan sangat baik. 


Banyak scene yang ingin saya ceritakan dan bahas sebenarnya. Beberapa scene tampil sangat indah, beberapa scene pertarungan sangat akrab dengan pecinta Star Wars, dan beberapa scene tentu saja membuat saya harus selalu siap jikalau karakter yang saya cintai harus mati. Tapi saya tidak ingin menceritakan secara detail hal tersebut dalam tulisan ini karena itu mungkin akan mempengaruhi rasa saat ansa menonton film ini. Seorang Rian Johnson mengarahkan The Last Jedi sehingga membuat anda seperti naik rollercoaster. Perasaan anda akan dibuat naik dan diturunkan begitu saja di scene selanjutnya. Ada setidaknya dua momen yang membuat saya dan penonton lainnya sampai bertepuk tangan di dalam bioskop kemudian terdiam senyap dengan scene berikutnya.

Photo: Disney/Lucasfilm
Arahan seorang Rian Johnson terasa makin jenius, karena berbeda dengan Taika Waititi yang secara drastis mengubah film Thor menjadi komedik sesuai spesialisasinya, Johnson tidak membuat film Star Wars menjadi rapuh seperti film The Brothers Bloom atau menjadi konseptual seperti Brick/Looper. Namun meskipun begitu, kita akan merasakan sesuatu yang berbeda dan jarang ditemui pada film Star Wars yang mana Johnson akan menggali sisi psikologis secara dalam dengan menceritakan dan membuka betapa rapuhnya setiap karakter hero dan villain yang ada pada film ini. Seperti misalnya bagaimana seorang Rey akan digali kisah dan asal usulnya hingga pencarian penting tentang siapa orang tuanya dan jati dirinya sendiri terkait kekuatan yang dimiliknya. Johnson juga akhirnya mengungkap secara mendalam tentang karakter villain baru dalam saga ini, Kylo Ren (Adam Driver); tidak hanya dari mana dia berasal tetapi juga jalan yang akhirnya menentukan karakter dirinya untuk sekarang dan selanjutnya.

So my verdict is... Star Wars: The Last Jedi adalah film Star Wars yang mampu melampaui film-film Star Wars klasik yang pernah dibuat. Dengan cerita yang melesat maju ke depan untuk membuka segala kemungkinan baru, film ini juga secara hati-hati mulai meninggalkan hal-hal lama yang ada di film Star Wars sebelum-sebelumnya, segala mitos kuno tersebut coba ditinggalkan namun tetap dengan narasi yang baik dan alasan yang kuat sehingga fans tidak bisa membenci begitu saja apa yang dilakukan oleh Rian Johnson, justru sulit untuk tidak mencintai film ini.

Score: 9.8

Comments